Berbagi itu indah, namun jika harus berbagi ruang untuk mengisi kekosongan hati, rasanya begitu menyesakkan, tidak ada yang rela bagaimanapun juga. Jika ada, itu pun tidak akan pernah bertahan lama.
SATU RUANG
Oleh Aqesha Aqilah
Penerbit Elex Media Komputindo
ISBN : 6020433552, 9786020433554
Tebal 460 hlm
Blurb
Kinan mungkin sedikit berbeda dengan tipe perempuan kesukaan Satrya. Gadis
itu terlalu lembut, terlihat rapuh, dan sedikit tertutup. Mata kenarinya yang
senantiasa menghipnotis sering kali dirundung awan kelabu.
Sementara Sabrina mengingatkan Satrya pada sebuah sosok dari
masa lalu. Gadis itu penuh semangat, humoris, dan baik hati. Matanya begitu
hidup setiap kali ia menceritakan hal yang ia sukai.
Dengan Kinan, Satrya seperti bercermin. Dengan Sabrina,
rasanya hari-harinya menjadi lebih cerah.
Ini adalah bagian pertama dari kisah klasik diantara 4 orang
yang saling mencari, ada 3 pintu hati yang terketuk, 2 orang yang kehilangan
dan terjebak dengan bayangan masa lalu, serta 1 pertanyaan tentang berbagi
ruang.
“kalau memang benar
perasaan ini namanya sayang, kenapa menyayangimu rasanya begitu menyesakkan.”
Review
Satu Ruang – Membuka ruang baru, berharap
penuh pada satu ruang tanpa membagi, akankah mudah atau justru sebaliknya.
Satu
Ruang merupakan sebuah buku sequel dari “Secangkir Kopi dan Pencakar Langit”
milik Aqesha Aqilah. Masih ingat dengan Mas Satrya?
Kisahnya
belum usai, masih berlanjut dan masih mencari orang yang dapat mengetuk hatinya
dan mencoba untuk membuka ruang yang baru.
“Lucu ya, kadang orang punya tujuan hidup
kemana tapi nggak tahu apa yang sebenarnya dicari.” (hlm 239)
Mas
Satrya, orang yang bisa dibilang setia, sangat menghargai wanita yang sudah
ikut masuk dalam dunianya, sangat menghargai artinya perjumpaan dan tidak ingin
merasa kehilangan, namun siapa yang sangka, yang dijaga dan yang dihargai
bukanlah hal yang cukup untuk itu, ingin menggenggam erat pun sudah tidak bisa,
hanya do’a kini yang mampu keluar dalam setiap untaian katanya.
Gaakan
pernah ada kata indah saat kita ditinggalkan oleh seseorang yang kita anggap
sangat berharga bagi kita, namun hanya kata ikhlas yang akan tetap tertinggal,
selain itu tetap harus berdamai dengan siri sendiri, karena disini
permasalahannya bukan dari kata terlambat, namun takdir yang begitu cepat.
Takdir
yang berkata lain, disaat kita merasa hal itu baik bagi kita dan bagi dirinya,
ternyata itu bukan hal yang cukup, ada beberapa hal yang harus dipastikan dalam
suatu ikatan hubungan.
Waktu
yang begitu singkat sampai pada pertemuan yang tidak sengaja, Satrya bertemu dengan seorang
perempuan dengan mata kenarinya yang indah, dan sikap yang sangat lembut
seperti princess baginya.
Pertemuan
tidak sengaja tersebut membuat Satrya dihadapkan dengan rasa penasaran, sorot
mata yang selalu terlihat sendu, sendiri, dingin, entah kenapa selalu membuat
Satrya merasa tertarik terus menerus kepada dirinya.
“Bisakah dua orang yang terluka saling
mengobati? Bukankah justru perlahan saling menorehkan luka yang lain lagi?”
(hlm 114)
Pada
saat itu juga Satrya selalu ingin membuat Kinan tetap tersenyum, ingin memperlihatkan
betapa banyak yang bisa disyukuri dan tetap kuat dengan semua kejadian dimasa
lalu, walaupun sebetulnya ia sendiri tidak setegar itu, setidaknya ia bisa
membawa kegembiraan terhadap seseorang yang berada didekatnya.
Yang
kedua setelah pertemuannya dengan Kirana, tidak sengaja Satrya harus
dipertemukan dengan Sabrina, berawal dari akun instagram milik Satrya yang
penuh dengan ketertarikannya terhadap dunia fotografi, membuat Sabrina akhirnya
memutuskan untuk bekerja sama dengan Satrya.
Sabrina
memiliki karakter yang ceria, mudah bergaul dan senang bercerita, hal ini
membuat Satrya lebih mudah akrab dengan Sabrina, beberapa kali mereka juga
dipertemukan di tempat yang tidak disengaja. Melihat Sabrina seolah ia melihat
sosok sahabatnya dulu, dengan Sabrina ia bisa bercerita apa saja, begitu pun
sebaliknya Sabrina bisa bercerita tentang apa saja terhadap Satrya.
“Permasalahan hidup kadang memang bikin
orang jadi dewasa.” (hlm 258)
“Nggak semua cinta harus dimiliki. Yang lo
kira matahari, tahunya cuma pelangi.” (hlm 260)
Nah,
jadi di cerita “Satu Ruang” ini, yang kita tahu Satrya itu bukan seperti
tokoh-tokoh novel pada umumnya ya, dia itu bukan cowok romantis, bukan juga
cowok humoris, dan cowok cool atau bad boy apalah itu, Satrya adalah satu dari
sekian banyak lelaki pada umumnya, kelebihannya adalah setia, penyayang dan
orang yang selalu ada untuk orang – orang terdekatnya. Intinya karakter Satrya
ini dibangun secara sosial dan gak muluk – muluk.
Sudut
pandang yang dipakai adalah orang ketiga serba tahu, alur yang diberikan
bersifat maju – mundur. Cerita yang disajikan cukup bercabang dan kompleks,
tidak hanya berpusat pada tokoh utama, tapi secara keseluruhan diberikan ruang
masing – masing untuk mengungkapkan kejadian masa sekarang, masa depan dan masa
lampau.
Gaya
bahasa yang digunakan cenderung memiliki banyak istilah, namun masih bisa kita
pahami karena penulis memberikan pengertian istilah di setiap halaman paling
bawah, hal tersebut justru sangat membantu terutama untuk orang awam yang
kurang memahami istilah terkait dunia bidang pekerjaan yang diceritakan dalam
buku tersebut.
Secara
cover saya sangat suka, karena simpel dan tidak terdapat banyak unsur gambar yang
kurang penting didalamnya. Jadi, buat kalian yang sudah pernah membaca
“Secangkir Kopi dan Pencakar Langit”
wajib buat baca buku ini, supaya kalian bisa pantengin terus kisahnya mas
Satrya ya..
Jadi
secara keseluruhqn pesan yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah semua
orang memiliki ruangnya masing – masing dan ketika kita mencoba masuk dalam
ruang orang lain, kita harus siap untuk menerima segala penolakan mungkin atau menerima
kejadian dimasa lalunya, apapun itu kita harus siap dengan segala
konsekuensinya.
Pada
intinya kita adalah satu ruang yang siap menerima atau singgah ke ruang yang
lain.
Terimakasih sudah membaca reviewnya sampai diakhir, semoga suka. komentar dan saran kalian sangat author tunggu :)