Review : Can't Let Go - Tidak akan pernah melepaskanmu


Hai Sobat Pena! Apa yang kalian kerjakan hari ini, tidak menutup kemungkinan menjadi sesuatu yang berharga dimasa depan. Termasuk orang yang kamu sayangi, lakukan yang terbaik kepada mereka sesuai dengan cara yang kalian bisa karena mereka begitu berharga untuk masa depan. Tidak perlu berlebihan cukup membuatnya tidak pernah pergi dari diri kalian, kecuali oleh sebuah takdir.


CAN’T LET GO [REVIEW]

Penulis Esi Lahur
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Sampul buku oleh Orkha Creative
ISBN 978 – 602 – 03 – 1417 – 4
Tahun Terbit 2015
312 hlm; 20 cm

Blurb
Massimo Sukarno Rozzoni, pesepakbola blasteran Jawa Tengah-Italia, masuk program naturalisasi, menjadi WNI, dan menjadi pemain utama tim nasional Indonesia. Sikap baik dan wajah tampan membuatnya menjadi idola baru. Denisa Sridevi Suharyo, wartawan tabloid Lady yang hobi narsis di media sosial, terpaksa meliput Massimo karena penugasan, padahal tidak mengerti dan sama sekali tidak tertarik dengan dunia sepak bola. Kebersamaan Denisa dan Massimo terus terjalin hingga keduanya sama-sama jatuh cinta. Denisa tahu kode etik wartawan : Jangan ada hubungan percintaan dengan narasumber. Tapi, bisakah Denisa melepaskan Massimo?
Review

Kehidupan seorang wartawan salah satu tabloid Lady yaitu Denisa Sridevi Suharyo, ternyata ia sungguh mencintai pekerjaannya itu setelah 3 tahun belakangan ini, setelah sebelumnya ia sering berpindah-pindah tempat kerja, hanya pekerjaan ini lah yang ia rasa paling lama ia lakukan. Ia senang dengan pekerjaannya, menurutnya menjadi seorang wartawan adalah hal yang menyenangkan, dalam 1 minggu bahkan Denisa bisa berpindah-pindah lokasi untuk mencari sebuah berita, menjadikan dirinya turut memiliki banyak pengalaman. Termasuk mempermudah dirinya untuk tetap Narsis, sebut saja @Miss_Narsis wkwk

Namun dibalik itu semua, ia sempat merasakan bagaimana seorang wartawan harus mewawancarai seorang narasumber dari keluarga korban kecelakaan, kebakaran, pembunuhan dsb. Sungguh yang membuat siapapun mendengar dan melihatnya jika belum terbiasa, merasa syok harus menghadapi peristiwa tersebut.

Jangan lupakan juga, Denisa sudah memiliki seorang kekasih yang sudah menjalin hubungan dengan Denisa sangat lama. Sebut saja “mas-mas tukang demo” kata si Yori, rekan kerja Denisa. Ya, memang betul. Nigo, pacar Denisa tidak memiliki pekerjaan tetap. Nigo hanya seorang aktivis, yang memperjuangkan nasib kaum buruh dan pabrik dan tidak memikirkan nasib dirinya. Dibalik itu semua Denisa tidak menyalahkan, bahwa ia mencintai Nigo. Sungguh hubungan mereka adalah hubungan yang sulit, ntah hubungan mereka akan ada sebuah titik temu untuk tetap berlanjut atau tidak?
“Heran, biasanya perempuan maunya pria yang mapan, Pria bermasa depan suram bakal dicoret dari daftar. Tapi kalau sudah cinta, memang susah disadarkan.”
Hingga berujung pada sebuah penugasan dari kantor, bahwa Denisa harus mewawancarai Massimo Rozzoni Soekarno, seorang pesepak bola Italia, yang melakukan naturalisasi di Indonesia. Dan menjadi bagian di Tim Nasional Indonesia. Siapa sangka Massimo menjadi sorotan publik dan menjadi idola bagi kaum hawa karena ketampanan Massimo dan prestasi yang ia buat pada TimNas Indonesia.

Berawal dari pertemuan wawancara, bahkan eksklusif. Membuat Denisa dan Massimo menjadi dekat, dan sering bertemu hanya sekedar bertukar kabar dan cerita. Entah Denisa tidak menyangka bahwa pada akhirnya mereka bisa dekat, hanya berawal karena sebuah wawancara. Siapa yang tidak mau dengan Massimo, bahkan Dora sang model ternama juga digosipkan sedang dekat dengan Massimo. Ah, rasanya Denisa tidak perlu banyak berharap dari Massimo, toh ia hanya seorang wartawan, tidak lebih dan ia juga sudah memiliki kekasih. Jadi, untuk apa terlalu di pusingkan.
“Aku makan dengan kerupuk dan kecap saja sudah bahagia. Asal makan berdua denganmu.”
Lalu apakah kedekatan Massimo dan Denisa, hanya berujung pada sebuah pertemanan? Penasaran, hayu baca aja ceritanya, bisa dowload melalui Ipusnas, lalu cari buku CAN’T LET GO. Semudah itu? Iyapp

Dalam novel “CAN’T LET GO” ini membuat aku menjadi tahu bagaimana seorang wartawan mengerjakan tugas dan pekerjaannya, aku rasa hal itu tidak mudah. Tapi kedengarannya, membuat siapapun yang tulus bekerja menjadi seorang wartawan adalah hal yang menyenangkan. Walaupun terkadang wartawan secara gamblang, lebih sering seperti mengejar seseorang yang ia butuhkan untuk klarifikasi entah itu artis, model, atlit, pejabat atau korban pembunuhan. Saya rasa banyak anggapan bahwa wartawan sering kali ikut campur dalam urusan para narasumber, bahkan hal pribadi pun ikut dikulik juga. Tapi jika tidak begitu, apa yang akan dijual? Justru berita-berita yang fenomenal dan sensasional lah yang laku dipasaran. Dalam alasan apapun juga, menjadi seorang wartawan adalah hal yang baik, karena selama ini kebanyakan informasi yang kita dapat adalah hasil jerih payah mereka. Patut untuk diapresiasi. Terimakasih wartawan.

Dan untuk Massimo seorang pesepak bola, ternyata bukan hanya tampang saja yang dibutuhkan oleh seorang bintang lapangan, tapi prestasi yang ia tunjukkan kepada timnya lah yang paling penting. Peluang pun turut diperhatikan, bayangkan jika Massimo terus menerus bermain sepakbola dinegeri asalnya yaitu Italia, mungkin ia tidak akan pernah mendapatkan tempat yang seharusnya ia dapatkan, bisa saja memang, tapi peluangnya kecil. Maka di Indonesia lah hal yang tepat dan tempat yang ia butuhkan selama ini. Walaupun pada akhirnya ia adalah salah seorang yang paling diperhatikan karena kegemilangan karirnya di sepak bola dan juga dunia entertaiment.

Dan berbicara mengenai profesi Nigo, kekasih Denisa. Ia memang tidak memilki pekerjaan tetap, seperti manusia pada umumnya, dan siapapun tidak memiliki hak untuk menentang jalan hidupnya, bagaimana pun Nigo sudah banyak berkorban dengan menunjukkan sifat sosialnya yang tinggi, dengan membantu kaum pabrik dan buruh dengan cara berdemonstrasi. Tidak ada gaji yang ia dapat, hanya sebuah pengabdian.

Karakter dalam novel ini, bisa dibilang memiliki pengaruh bagi orang banyak terutama profesi yang mereka jalankan masing-masing. Kalian juga pasti bisa memikirkannya yaa , mulai dari Massimo sebagai pesepak bola, Nigo sebagai aktivis, dan Denisa sebagai wartawan. Walapun antara profesi masing-masing memiliki sisi pandang tersendiri, kita tidak bisa menyalahkan setiap profesi manusia yang ia pilih sebagai jalan hidupnya.

Berbicara mengenai alur, yang dipakai adalah alur maju. Berjalan secara semestinya, tidak banyak hambatan dan konflik yang menentang. Hanya ada beberapa masalah dibeberapa part, dan itupun secara cepat masalah itu terselesaikan. Bisa dibilang alur waktunya itu sedikit cepat. Novel ini juga bisa jadi salah satu cerita yang cukup memikirkan realitas kehidupan, dan untuk Quotes, sepanjang Author membacanya tidak menemukan sebuah kata-kata pengungkapan secara puitis, lebih sering secara realistis.

Sebenarnya banyak nih yang Author harapkan dari karakter si Denisa ini. Seperti pendekatan antara Denisa dan si Massimo, karena bisa dibilang pendekatan mereka ini sedikit monoton ya. Jadi Author ngerasa kurang greget aja hihi. Ataupun Denisa dengan si Nigo nih, si Nigo kan aktivis bisa aja kan tiba-tiba si Denisa ini meliput si Nigo yang sedang melakukan aksinya. Ya pokoknya ada hal-hal ekstrim lah. Tapi secara keseluruhan ya cukup menghibur, apalagi kita jadi punya pengalaman dari si Denisa ini nih, gimana sebenernya kehidupan seorang jurnalis ketika berada di lapangan dan greget juga sama kelakuan Denisa yang so so cool, padahal rasanya pengen banget malah hehe.

Ya, perjuangan dan kebahagiaan terkadang menjadi suatu hal yang beriringan. Semua bisa tercipta begitu saja, bukan hanya karena usaha keras kita namun ada campur tangan penguasa alam yang senantiasa ada untuk kita. Jadi, pesan hari ini jangan pernah putus berjuang, semua bisa saja berujung kebahagiaan asal tetap tawakal.

Saya pamit undur diri, jangan lupa J budayakan baca

Terimakasih, bagi kalian yang sudah membaca reviewnya mudah-mudahan tergerak juga untuk ikut membaca. Komentar dan saran kalian sangat author harapkan.